Sondag 13 April 2014

dokumen elektronik dan tanda tangan digital

Tags



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
            Dewasa ini, kebutuhan akan kerahasiaan informasi serta penjagaan atas keaslian suatu informasi dirasa semakin meningkat. Pembentukan framework untuk otentikasi dari informasi berbasis komputer memerlukan pengetahuan dan ketrampilan akan hukum dan bidang keamanan komputer. Akan tetapi, mengkombinasikan antara kedua hal ini bukan pekerjaan yang mudah. Konsep yang ada di dunia hukum seringkali hanya berkorelasi sedikit dengan konsep yang ada pada dunia keamanan komputer. Sebagai contoh, konsep “dokumen, tanda tangan digital” (digital signature) yang dikenal pada dunia keamanan komputer adalah hasil dari penerapan teknik-teknik komputer pada suatu informasi. Sedangkan di dunia umum, tanda tangan mempunyai arti yang lebih luas, yaitu
sebarang tanda yang dibuat dengan maksud untuk melegalisasi dokumen yang ditandatangani

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dokumen Elektronik
            Dokumen elektronik adalah informasi yang direkam atau disimpan dengan cara yang memerlukan perangkat komputer atau perangkat elektronik lain untuk menampilkan, menafsirkan atau memprosesnya. Dokumen-dokumen tersebut berupa teks, grafik atau spreadsheet, yang dihasilkan oleh perangkat lunak yang disimpan melalui media magnet (disc) atau media optik (CD, DVD), serta surat elektronik dan dokumen yang ditransmisikan melalui pertukaran data elektronik (Electronic data interchange/EDI). Berbeda dengan dokumen kertas, dokumen elektronik dapat berisi informasi data non-linear seperti hypertex yang bisa terkoneksi melalui hyperlinks.
            Sistem manajemen dokumen elektronik merupakan sistem aplikasi pengelolaan hardcopy (kertas,microfilm,dll) yang sudah di alih mediakan ke dalam format digital maupun softcopy berupa file tipe doc, ppt, xls, 3gp, dwg, avi, mkv, dll yang sudah di upload ke dalam software DMS tertentu.[1]
Penerapan Sistem Manajemen Dokumen Elektronik ini, dapat diharapkan :
  1. Terciptanya pengelolaan dokumen  yang lebih baik. 
  2. Adanya penyimpanan salinan fisik dokumen ke dalam media elektronik.
  3. Menjaga keamanan dari informasi yang terkandung dalam dokumen dari bahaya  yang tidak diinginkan  seperti kebakaran, banjir, kehilangan dokumen dan lain sebagainya. 
  4. Sebagai sarana untuk mempercepat proses pencarian dokumen yang dilakukan secara elektronik. 
  5. Mempercepat penemuan fisik dokumen dengan menentukan / memasukan informasi lokasi penyimpanan dokumen [dapat dikembangkan dengan menggunakan barcode].
  6. Dokumen fisik akan terjaga  kelestariannya karena penggunaannya semakin jarang digunakan. 
  7. Sistem selanjutnya dapat dikembangkan dengan pemanfaatan dan pengelolaan dokumen dengan akses  melalui Internet serta dapat menjadi manajemen peminjaman arsip.[2]

B.     Pengertian Tanda Tangan Digital
            Hukum positif Indonesia belum pernah memberikan definisi terhadap kata “tanda tangan” yang sesungguhnya mempunyai dua fungsi hukum dasar, yaitu : (1) tanda identitas Penandatangan, dan (2) sebagai tanda persetujuan dari Penandatangan terhadap kewajiban kewajiban yang melekat pada akta. Berdasarkan kedua fungsi hukum ini maka dapat ditarik suatu definisi sebagai berikut, “tanda tangan adalah sebuah identitas yang berfungsi sebagai tanda persetujuan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada akta”.
Tentunya definisi “tanda tangan elektronik” seharusnya tidak jauh dari definisi di atas; RUU ITE mendefinisikannya sebagai berikut, “Informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain yang ditujukan oleh pihak yang bersangkutan untuk menunjukkan identitas dan status subyek hukum”. RUU ITE memberikan definisi lebih ke sudut teknik, padahal sebuah tanda tangan mempunyai tujuan untuk menerima/menyetujui secara meyakinkan isi dari sebuah tulisan. Hal ini sangat logis, di mana tanda tangan elektronik mempunyai dua fungsi hukum dasar. Tanda tangan elektronik adalah sebuah identitas elektronik yang berfungsi sebagai tanda persetujuan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada sebuah akta elektronik. Dia terbuat dari prosedur identifikasi handal dan mampu menjamin hubungan antara akta elektronik dan tanda tangan elektronik. Prosedur ini dianggap handal, kecuali terbukti sebaliknya, selama
memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh undang-undang ini.
Kebutuhan-kebutuhan formal dari suatu transaksi legal, termasuk kebutuhan akan tanda tangan, berbeda-beda dalam setiap sistem hukum legal dan rentang waktu tertentu. Meskipun hal-hal alamiah mengenai suatu transaksi tidak berubah, hukum hanya memulai untuk mengadaptasi terhadap teknologi mutakhir.[3]
C.    Atribut-atribut tanda tangan
Untuk mencapai tujuan dari penandatanganan suatu dokumen seperti di atas, sebuah tanda tangan harus mempunyai atribut-atribut berikut:
  • Otentikasi Penanda tangan: Sebuah tanda tangan seharusnya dapat mengindentifikasikan siapa yang menandatangani dokumen tersebut dan susah untuk ditiru orang lain.
  • Otentikasi Dokumen: Sebuah tanda tangan seharusnya mengidentifikasikan apa yang ditandatangani, membuatnya tidak mungkin dipalsukan ataupun diubah (baik dokumen yang ditandatangani maupun tandatangannya) tanpa diketahui.
            Otentikasi penandatangan dan dokumen adalah alat untuk menghindari pemalsuan dan merupakan suatu penerapan konsep “nonrepudiation” dalam bidang keamanan informasi. Nonrepudiation adalah jaminan dari keaslian ataupun penyampaian dokumen asal untuk menghindari penyangkalan dari penandatangan dokumen (bahwa dia tidak menandatangani dokumen tersebut) serta penyangkalan dari pengirim dokumen (bahwa dia tidak mengirimkan dokumen tersebut)

D.    Tanda tangan digital ini memiliki karakteristik atau sifat, yaitu :
  1. Otentik, dapat dijadikan alat bukti di peradilan (kuat).
  2. Hanya sah untuk dokumen (pesan) itu saja, atau kopinya. Dokumen berubah satu titik, tanda tangan jadi invalid.
  3. Dapat diperiksa dengan mudah oleh siapapun, bahkan oleh orang yang belum pernah bertemu (dgn sertifikat digital tentunya).

E.     Unsur-unsur penting tanda tangan digital
            Proses pembentukan dan verifikasi tanda tangan digital memenuhi unsur-unsur paling penting
yang diharapkan dalam suatu tujuan legal, yaitu:
  • Otentikasi Penandatangan: Jika pasangan kunci publik dan kunci privat berasosiasi dengan pemilik sah yang telah didefinisikan, maka tanda tangan digital akan dapat menghubungkan/mengasosiasikan dokumen dengan penandatangan. Tanda tangan digital tidak dapat dipalsukan, kecuali penandatangan kehilangan kontrol dari kunci privat miliknya.
  • Otentikasi Dokumen: Tanda tangan digital juga mengidentikkan dokumen yang ditandatangani dengan tingkat kepastian dan ketepatan yang jauh lebih tinggi daripada tanda tangan di atas kertas.
F.      Teknologi Tanda Tangan Digital
            Untuk mendapatkan kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan manuskrip, sebuah tanda tangan elektronik harus mampu memberikan jaminan integritas dari akta elektronik , dan mampu mengidentifikasi si Penandatangan dari akta elektronik ini. Oleh karena itu diperlukan Jaminan integritas dari akta elektronik. Pasal 11 RUU ITE menentukan bahwa, “Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini”, ketentuan-ketentuan yang dimaksud dimuat dalam Pasal 13 RUU ITE yang salah satunya adalah tanda tangan elektronik tersebut harus menjamin integritas dari suatu akta elektronik yang dilekatinya. Jaminan ini dapat dicapai hanya dengan menggunakan teknik kriptologi.
Kriptologi (cryptologie) berasal dari bahasa yunani, yaitu “kryptos”(disembunyikan) dan “logos” (ilmu) yang artinya adalah ilmu dari penulisan-penulisan rahasia, dan dokumen-dokumen terenkripsi dengan kata lain kriptologi merupakan kombinasi dari kriptografi (cryptographie) dan kriptanalis9(cryptanalyse).
G.    Pelanggaran hukum di dunia maya dan produk hukum TI
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) menetapkan tiga jenis pelanggaran hukum yang terjadi dalam memanfaatkan sistem komunikasi teknologi informasi atau dikenal dengan istilah kejahatan di "dunia maya".

·         Kejahatan itu meliputi pelanggaran isi situs web, pelanggaran dalam perdagangan secara elektronik dan pelanggaran bentuk lain.
Kejahatan isi situs web terdiri dari pornografi dan pelanggaran hak cipta,
Pornografi merupakan pelanggaran paling banyak terjadi di "dunia maya" dengan menampilkan foto, cerita atau gambar bergerak yang pemuatannya selalu berlindung di balik hak kebebasan berpendapat dan berserikat.

Alasan ini, sering digunakan di Indonesia oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pornografi itu, sehingga situs-situs porno tumbuh subur karena mudah diakses melalui internet.

Sementara itu, pelanggaran hak cipta sering terjadi baik pada situs web pribadi, komersial maupun akademisi berupa memberikan fasilitas download gratis baik foto, lagu, softwere, film dan karya tulis dilindungi hak ciptanya.

Selain itu, menampilkan gambar-gambar yang dilindungi hak cipta untuk latar belakang atau hiasan "web pages" dan merekayasa gambar atau foto orang lain tanpa izin, seperti banyak terjadi pada situs-situs porno.
·         Selanjutnya, kejahatan dalam perdagangan secara elektronik (e-commerce) dalam bentuk penipuan online, penipuan pemasaran berjenjang online dan penipuan kartu kredit.

Menurut Cahyana, penipuan online ciri-cirinya harga produk yang banyak diminati sangat rendah, penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap pertanyaan melalui e-mail dan menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.

Risiko terburuk bagi korban kejahatan ini adalah telah membayar, namun tidak mendapat produk, atau produk yang didapat tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
·         Kemudian, penipuan pemasaran berjenjang online ciri-cirinya mencari keuntungan dari merekrut anggota dan menjual produk secara fiktif, dengan risiko bagi korban 98 persen investasi ini gagal atau rugi.
Sedangkan penipuan kartu kerdit ciri-cirinya terjadi biaya misterius pada penagihan kartu untuk produk atau layanan internet yang tidak pernah dipesan, dengan risiko korban perlu waktu untuk melunasi kreditnya.
·         Sementara itu, pelanggaran dalam bentuk lain terdiri dari recreational hacker, cracker atau criminal minded hacker, political hacher, denial of service attack (DoS), Viruses, Piracy (pembajakan), Fraud, Phishing, perjudian dan cyber stalking.
Ia menjelaskan recreational hacker umumnya bertujuan hanya untuk menjebol suatu sitem dan menunjukkan kegagalan atau kurang andalnya sistem keamanan pada suatu perusahaan.

Cracker atau criminal minded hacker motivasinya antara lain untuk mendapatkan keuntungan finansial dengan melakukan sabotase sampai pada penghancuran data.
·         Political hacher merupakan aktivitas politik melalui suatu situs web untuk menempelkan pesan atau mendiskreditkan lawan.
·         Denial of service attack (DoS) merupakan penyerangan dengan cara membanjiri data yang besar dan mengakibatkan akses ke suatu situs web menjadi sangat lambat atau berubah menjadi macet atau tidak bisa diakses sama sekali.
·         Viruses berupa penyebaran sedikitnya 200 virus baru melalui internet dan biasanya disembunyikan dalam file atau e-mail yang akan di download atau melalui jaringan internet dan disket.
·         Piracy berupa pembajakan perangkat lunak yang menghilangkan potensi pendapatan suatu perusahaan yang memproduksinya seperti, games, aplikasi bisnis dan hak cipta lainnya.
·         Fraud merupakan kegiatan manipulasi informasi khususnya tentang keuangan dengan target mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
·         Phishing merupakan teknik mencari personal information berupa alamat e-mail dan nomor account dengan mengirimkan e-mail seolah-olah datang dari bank bersangkutan.
·         Perjudian bentuk kasino banyak beroperasi di internet yang memberi peluang bagi penjahat terorganisasi melakukan praktek pencucian uang dimana-mana.
Cyber stalking merupakan segala bentuk kiriman e-mail yang tidak diinginkan penerimaannya dan termasuk tindakan pemaksaan atau "perkosaan”.[4]

·         Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya.
Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.

·        Aspek Pembuktian
Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital evidence) sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
·        Aspek HAKI
      Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace, termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit terpadu, dan lain-lain.
.
H.   Aturan-aturan bidang IT
  • Aturan-aturan di bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
  • Aturan-aturan di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.[5]










BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Dokumen elektronik adalah informasi yang direkam atau disimpan dengan cara yang memerlukan perangkat komputer atau perangkat elektronik lain untuk menampilkan, menafsirkan atau memprosesnya. Dokumen-dokumen tersebut berupa teks, grafik atau spreadsheet, yang dihasilkan oleh perangkat lunak yang disimpan melalui media magnet (disc) atau media optik (CD, DVD), serta surat elektronik dan dokumen yang ditransmisikan melalui pertukaran data elektronik (Electronic data interchange/EDI). Berbeda dengan dokumen kertas, dokumen elektronik dapat berisi informasi data non-linear seperti hypertex yang bisa terkoneksi melalui hyperlinks.
            Hukum positif Indonesia belum pernah memberikan definisi terhadap kata “tanda tangan” yang sesungguhnya mempunyai dua fungsi hukum dasar, yaitu : (1) tanda identitas Penandatangan, dan (2) sebagai tanda persetujuan dari Penandatangan terhadap kewajibankewajiban yang melekat pada akta. Berdasarkan kedua fungsi hukum ini maka dapat ditarik suatu definisi sebagai berikut, “tanda tangan adalah sebuah identitas yang berfungsi sebagai tanda persetujuan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada akta”.

DAFTAR PUSTAKA
http://misbah-zaenal-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-77421-PERPUSTAKAAN-Sistem%20Manajemen%20Dokumen%20Elektronik%20.html
http://www.antaranews.com/berita/64521/depkominfo-tetapkan-jenis-pelanggaran-hukum-di-dunia-maya


                [2] http://misbah-zaenal-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-77421-PERPUSTAKAAN-Sistem%20Manajemen%20Dokumen%20Elektronik%20.html
[3] http://isnan-wijarno.com/2010/12/mengenal-tanda-tangan-digital-di-spt/ http://isnan-wija
[4] http://www.antaranews.com/berita/64521/depkominfo-tetapkan-jenis-pelanggaran-hukum-di-dunia-maya
[5] http://www.antaranews.com/berita/64521/depkominfo-tetapkan-jenis-pelanggaran-hukum-di-dunia-maya

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon