BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran
Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam
ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah.
Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat
dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran
yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah
keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam
berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”.
Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan
pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang
pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau
ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari
teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah
digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama
muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan
waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.[1]
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang
berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih
sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada
para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak
mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan
Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan
itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah,
Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan
Qadariyah. Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum
tentang aliran Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar
belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B.
TOPIK PEMBAHASAN
1.
Aliran
jabariah,pengertian, sejarah lahirnya paham jabariah, dan ajaran-ajaran
jabariah
2.
Aliran
qadariah, pengertian, sejarah lahirnya paham qadariah, dan ajaran-ajaran
qadariah
3.
Refleksi
Faham Qadariyah dan Jabariyah : Sebuah Perbandingan tentang Musibah
BAB II
PEMBAHASAN
A. ALIRAN JABARIYAH
(FATALISM/PREDESTINATION)
1.
Pengertian jabariah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti
Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya
perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan
kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).[2]
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan
bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan
Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia
tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena
tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah
aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.[3]
2.
Sejarah Lahirnya Paham Pabariah
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak
adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul
sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan
tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan
mutlak Tuhan.[4]
Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi
adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul
sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang
diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara
hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan
bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput
yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta
keringnya udara.[5]
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat
arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai
dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam,
sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.[6]
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini,
dalam Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar
belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:
a.
QS
ash-Shaffat: 96
والله خلقكم وما تعملون
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan
apa yang kamu perbuat itu".
b.
QS
al-Anfal: 17
فلم تقتلو هم ولكنّ الله قتلهم ج
وما رميت إذ رميت ولكنّ الله رمى ج
ليبلي المؤمنين منه بلاء حسناج
انّ الله سميع عليم
“ Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin,
dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
c. QS al-Insan: 30
وما تشاؤون إلّا أن يّشاء الله إنّ الله كان عليما حكيما
Artinya : “Dan kamu tidak mampu (menempuh
jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih
faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:
a) Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut,
agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai
takdir.
b) Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku
mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang
itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c) Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam
kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila
perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha
dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat
berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak
ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi
orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d) Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang
tumbuh berkembang di Syiria.[7]
Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar
yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah
pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh dari dari
pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen
bermazhab Yacobit.[8]
Dengan demikian, latar belakang lahirnya
aliran Jabariyah dapat dibedakan kedalam dua factor, yaitu factor yang berasal
dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang
mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya
pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini
adalah sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya,
telalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan
ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang
berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.
3. Ajaran-Ajaran Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh
adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu
untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini
lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep
iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah.
Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan
dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah.
Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat
dengan indera mata di akherat kelak.[9]
Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah
adalah Alquran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan
kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti
berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.[10]
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa
manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan,
tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham
Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari
scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh
manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai
bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya.
Manusia juga tidak dipaksa,
tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi
pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan.
Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan
bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak
dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat
lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.
B. ALIRAN QADARIYAH ( FREE WILL AND
FREE ACT)
1. Pengertian Qadariah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal
dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun
secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.[11]
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh
Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang
mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan
dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua
perbuatan, yakni baik dan buruk.
2.
Sejarah Lahirnya Paham Jabariah
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara
pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin,
ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70
H/689M. [12]
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali
lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad
Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.[13]
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai
isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam
wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin
Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara
saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung
dalam Muktazilah.
3.
Ajaran-Ajaran Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran
Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah
yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia
sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan
dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan
bahwa manusia hidup mempunyai
daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.[14]
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya
dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas
pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.[15]
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah
berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu
paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.
Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan
sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah
yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali,
yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah
memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak
dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan
oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan
lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang
mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan
perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak
ayat-ayat Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu :
اعملوا ما شئتم
إنّه بما تعملون بصير
Artinya : “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia
melihat apa yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).
وقلل حق من ربّكمصلى فمن شاء
فليؤمنو فمن شاء فليكفرج...(الكهف:29)
Artinya : “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau
beriman maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”.
(QS. Al-Kahfi : 29).
او
لمّآ أصبتكم مصيبة قداصبتم مثليها قلتم
انّا هذاصلى قل هو من عندي
انفسكمقلى انّ الله على كلّ شيء قد ير (العمران:165)
Artinya : “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada
peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada
musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya
(kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri".
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165)
انّ الله لا يغيّر ما بقوم حتّى
يغيّر ما بأ نفسهمقلى...(الرعد:11)
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama
mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka
sendiri”. (QS.Ar-R’d :11)
C.
Refleksi Faham Jabariah dan Qadariah : sebuah
perbandingan tentang musibah
Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia
digambarkan bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun
daya untuk menentukan gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus
angin. Sedang yang berpaham Qadariyah akan menjawab, bahwa perbuatan manusia
ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah,
berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk
menentukan dan mengerjakan perbuatannya.
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai
paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga
sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam
tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman
masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) -
dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di
Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham
Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa
dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang.
Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan
itu sudah kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong
mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada
paham Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua
peristiwa dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham
Qadariyah, semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang
berkaitan dengan peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh
manusia melalui suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan
sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab
atas perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham
Jabariyah. Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih
pasti berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.
Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena
menyikapinya sebagai kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah,
sudah cukup bila tindakan membantu korban dan memetik "hikmat" sudah
dilakukan.
Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan
hidup selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham
Qadariyah, meski gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan
manusia, namun mengajukan pertanyaan yang harus dijawab : adakah andil manusia
di dalam "mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam
"marah" dalam bentuk gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan
suatu investigasi (pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit
kawasan yang dilanda musibah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aliran
Jabariyah merupakan aliran yang menolak adanya perbuatan dari manusia dan
menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan
perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Terbagi menjadi dua yakni jabariyah
ekstrim dan moderat.disebut sebagai jabariyah ekstrim adalah karena pendapatnya
bahwa perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari manusia
senditi, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.sedangkan disebut
sebagai jabariyah moderat adalah karena pendapatnya bahwa Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian
di dalamnya.
Aliran
Qadariyah merupakan suatu aliran yang mempercayai bahwasannya segala tindakan
manusia tidak di intervensi oleh Tuhan, manusia adalah pencipta segala
perbuatannya, dapat berbuat/meninggalkan sesuatu atas kehendaknya.
Doktrin-doktrin aliran qadariyah diantaranya adalah bahwa manusia berkuasa atas
perbuatannya. Manusia melakukan baik ataupun buruk atas kehendak dan daya nya
sendiri.
Kedua
aliran diatas sagatlah bertolak belakang dalam setiap pendapat dan
doktrin-doktrinnya, dan masing-masing memiliki landasan-landasan dari Al-Qur’an
yang sangat mereka yakini kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
http://datarental.blogspot.com/2009/06/aliran.qodariyah.html http://islamadalahrahmah.blogspot.com/2011/02/jabariyah-dan-qadariyah-pemikiran-dan.html Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5
[1]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5, h. 1
[3] Harun Nasution,
Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,op-cit, cet ke-5, h. 36
[4] http://agus-.blogspot.com/2010/01/jabariyah-qadariyah.html di akses pada:
sabtu 23 maret pkl 10:22 WIB
[5] Rosihan
Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 64
[6]
Harun
Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, op-cit cet
ke-5, h. 34
[7]
Rosihan Anwar,ilmu kalam, op.cit., h. 64-65
[10] Rasihan anwar, ilmu
kalam, Ibid, h. 68
[11] http://islamadalahrahmah.blogspot.com/2011/02/jabariyah-dan-qadariyah-pemikiran-dan.html di
akses pada: sabtu 23 maret pkl 10:21 WIB
[12]
Rosihan Anwar, ilmu
kalam, ibid,h. 71
[13] http://islamadalahrahmah.blogspot.com/2011/02/jabariyah-dan-qadariyah-pemikiran-dan.html di
akses pada: sabtu 23 maret pkl 10:28 WIB
[14]. Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan, op-cit cet ke-5,, h. 35
[15] http://datarental.blogspot.com/2009/06/aliran.qodariyah.html
diakses pada sabtu 23 maret 2013 pukul 11 :10 WIB

EmoticonEmoticon